Selasa, 29 Maret 2011

Tanah Bermasalah

Umumnya tanah bermasalah ditinjau sebagai tanah dengan kendala-kendala biofisik dalam penggunaan lahan untuk pertanian. Kendala biofisik tersebut diantaranya :

1. Permasalahan di Tanah-tanah Rawa

  • Tanah gambut dengan kadar air yang tinggi dan ketebalan bahan organik yang merupakan masalah utama yang mengakibatkan kemasaman tanah yang tinggi, sehingga terjadi kekahatan unsur-unsur hara bagi tanaman.
  • Tanah Sulfat Masam dengan ciri khas adanya bahan sulfidik di bawah permukaan. Ancaman yang paling berbahaya dari tanah ini adalah cekaman pH yang sangat masam (< 2) akibat oksidasi bahan sulfidik.

2. Permasalahan di Tanah-tanah Mineral

  • Tanah-tanah dengan n-value rendah (tanah-tanah muda) Tanah-tanah ini merupakan tanah yang belum berkembang, permasalahan timbul jika tidak terbentuk solum dengan ketebalan yang memadai untuk menopang perakaran tanaman
  • Tanah-tanah masam (pH < 5) Sebagian besar tanah yang ada di Indonesia bereaksi masam. Tanah-tanah tersebut merupakan tanah yang telah terlapuk lanjut atau tanh-tanah tua yang pada umumnya tanah ini akan mengalami kesulitan dalam penyediaan unsur hara makro. Tanah yang paling terlapuk lanjut adalah oxisol, yang dikenal mempunyai sifat yang buruk dari kimia, namun secara fisik relatif bagus. Tanah ini ditandai dengan solum yang dalam (mencapai > 3 meter), yang terpenting adalah nilai KTK yang sangat rendah (< 6 me/100g).
  • Tanah-tanah salin Kendala pengembangan tanah-tanah ini adalah tingginya kandungan garam-garam, dan pH yang tinggi (basa). Tingginya kadar garam dapat menghambat pertumbuhan akar tanaman
  • Tanah-tanah terpolusi senyawa tertentu, contoh: limbah (industri atau rumah tangga) Tanah seperti ini biasanya disebut sebagai tanah tercemar. Kandungan unsur atau senyawa yang melebihi ambang batas akan berakibat pada keracunan pada tanaman. Tanah-tanah tersebut mungkin menjadi kendala dalam pengembangan pertanian, namun dari sudut pandang yang lain tidak bermasalah, atau bahkan menjadi potensi dalam pengembangan pengelolaan lahan tertentu. Sebagai contoh : tanah gambut dengan kadar air tinggi sangat berpotensi dalam bidang perikanan. Contoh lain adalah tanah salin dan tanah bekas tambang, pengelolaannya sebaiknya dialokasikan menjadi sarana rekreasi.

Jadi, biofisik saja bukan satu-satunya parameter untuk menentukan tanah bermasalah atau tidak. Pandangan terhadap tanah-tanah bermasalah juga menjadi sangat relatif jika dihubungkan dengan sudut pandang dari berbagai bidang. Perkembangan teknologi telah dapat menjawab sebagian masalah dari tanah dalam berbagai tingkat penggunaan lahan.

Contoh sederhana adalah pengapuran dan pemupukan pada tanah-tanah masam yang miskin unsur hara. Berbagai teknologi telah dikembangkan, namun dalam pemanfaatannya penggunaan teknologi ini akan sangat relatif terhadap tingkat usaha dan nilai ekonomis yang akan diperoleh dari lahan setelah diberikan teknologi. Namun, aplikasi teknologi juga harus memperhatikan keseimbangan terhadap ekosistem disekitarnya. Pandangan terhadap tanah-tanah bermasalah harus berdasarkan pandangan bahwa tanah memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu :

1. Bio production material ; Tanah memiliki fungsi sebagai faktor pendukung dalam produksi bahan-bahan kebutuhan manusia (pangan, sandang, dan papan)

2. Construction facility ; Tanah sebagai tempat berdirinya berbagai fasilitas pendukung kehidupan manusia seperti pemukiman, jalan, pasar, dll.

3. Sustaining ecosystem; Tanah sebagai bagian dari ekosistem yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya.

Tanah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dari setiap fungsi di atas. Untuk menjamin keseimbangan dalam pemenuhan fungsi-fungsi tersebut diperlukan sebuah pengaturan tata ruang, yang menempatkan penggunaan lahan sesuai dengan daya dukung tanahnya. Pengaturan tata ruang terhadap pemanfaatan tanah harus dilakukan dalam sebuah satuan ekosistem, dalam hal ini satu satuan DAS (Daerah Aliran Sungai). Penggunaan lahan harus diatur agar suatu ekosistem terdapat dalam keseimbangan alaminya. Analisis terhadap tanah-tanah bermasalah harus dilakukan berdasarkan fungsinya dalam sebuah ekosistem. Analisis ini diharapkan dapat menilai tanah-tanah bermasalah dari berbagai sudut pandang.

Minggu, 27 Maret 2011

Tanah dan Kehidupan Manusia

Tanah merupakan istilah tertua dalam pembendaharaan bahasa Indonesia, yang dapat diterjemahkan ke dalam tiga makna, yaitu :

  1. Tanah sebagai media alami bagi pertumbuhan tanaman. Dalam hal ini perhatian lebih kepada kualitas tanah dalam hal tingkat kesuburannya. Dokuchaiev (1870) dalam Soil Survei Staff, 1975, menyatakan tanah (a soil) adalah suatu benda alami berdimensi tiga (panjang, lebar, dalam) terletak pada bagian paling atas kulit bumi, yang mempunyai sifat-sifat berbeda dari bahan bawahnya sebagai hasil kerja interaksi antara iklim,kegiatan organisme, bahan induk, dan relief, selama waktu tertentu. Morfologi setiap tanah, seperti diperlihatkan oleh sifat-sifat penampang vertikal berupa horizon-horizon, mencerminkan pengaruh bersama segugus faktor yang mempengaruhi perkembangannya.
  2. Tanah dipandang sebagai regolith atau bahan hancuran iklim berasal dari batuan atau bahan organik yang diperlakukan sebagai bahan galian atau tambang dan bahan bangunan. Dalam makna ini tanah dinyatakan dalam satuan berat (kg, ton) atau volume (m3).
  3. Pada makna ketiga, tanah diperlakukan sebagai ruangan atau tempat di permukaan bumi yang dipergunakan oleh manusia untuk melakukan segala macam kegiatan. Dalam makna ini tanah dinilai berdasarkan luas (ha, m2).

Makna pertama dan kedua ekivalen dengan kata soil dalam bahasa inggris, sedangkan makna ketiga lebih mendekati makna land, yang kemudian diterjemahkan sebagai lahan. Lahan didefinisikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruh terhadap penggunaan lahan, termasuk juga didalamnya hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang seperti reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan hasil yang merugikan seperti tanah yang tersalinisasi (FAO, 1976).
Dengan demikian, kata tanah dapat dipergunakan dalam makna yang setara dengan lahan, walaupun lahan mengandung makna yang lebih luas dari tanah atau tofografi. Tanah dan lahan harus dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pemahaman atas salah satu saja akan berdampak kepada pengelolaan lahan yang marginal, yang dapat mengakibatkan kerusakan tanah dan hilangnya fungsi lahan. Nilai Tanah Bagi Kehidupan manusia sangat beragam, hal ini tergantung kepada persepsi dan sudut pandang. Secara keseluruhan nilai tanah bagi kehidupan manusia dapat disimpulkan sebagai berikut :

  1. Spasial (3 dimensi); Tanah mengandung pengertian ruang dan tempat. Peranan tanah bagi manusia tidak hanya sebagai tempat bercocok tanam, tapi juga sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Tanah tidak saja mencakup pengertian apa yang terkandung dalam tanah tapi juga terhadap apa yang terdapat di atas permukaan tanah.
  2. Ecological Value; Tanah merupakan komponen dari ekosistem. Tanah merupakan daya dukung terhadap lingkungannya, kualitas tanah dapat mencerminkan kualitas lingkungannya.
  3. Economic; Tanah dapat dipandang sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan, baik sebagai lahan (diperjualbelikan dalam m2) maupun tanah sebagai bahan tambang/galian (diperjualbelikan dalam m3). Tanah juga dapat digunakan sebagai alat investasi. Dalam perhitungan laba rugi perusahaan, tanah dipandang sebagai komponen harta tetap dengan nilai yang fluktuatif.
  4. Sosial; Sebagaimana tanah sebagai komponen lingkungan yang saling berinteraksi satu sama lain, pemilik tanah juga seharusnya bersikap demikian. Sikap saling menghormati antar pemilik tanah terutama dengan tetangganya telah diatur untuk menjaga kelangsungan hidup bermasyarakat.
  5. Budaya; Tanah merupakan akar dari sebuah kebudayaan. Tata cara kehidupan masyarakat banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat tanahnya. Sebagai contoh tata cara pengolahan tanah, perbedaan jenis tanah akan berakibat pada perbedaan pengolahan tanah.
  6. Prestise; Tanah merupakan simbol kekayaan yang dapat dibanggakan oleh pemiliknya. Kepemilikan atas tanah merupakan sumber kebanggaan dan ketenangan bagi pemiliknya.

Dengan demikian, pemahaman tanah tidak hanya terbatas sebagai media tumbuh tanaman saja, namun tanah dapat disebut sebagai inti dari kehidupan manusia. Tanah sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup manusia, demikian juga dengan kehidupan manusia yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup (kelestarian) tanah.

Minggu, 20 Maret 2011

A Great Lonely Tree

Di site penelitianku ada sebatang pohon, mungkin tepatnya bangkai pohon, mengingat pohon tersebut tidak berdaun lagi, hanya batang pohonnya yang menjulang tinggi. Sebagian orang merasa ngeri melihatnya, seperti melihat mayat. Tapi aku melihatnya dengan kagum. Sebatang pohon masih berdiri walaupun tidak terdapat daun sehelaipun pada batangnya.

Pohon Bangris atau Bengaris begitu dia disebut. Pohon dengan nama latin Koompassia excelsa sangat dikenal oleh masyarakat setempat. Bangris adalah pohon yang gagah, tingginya dapat 50-60 meter, jauh melampaui tinggi pohon-pohon lain di hutan. Pohon ini bagi sebagian penduduk merupakan sumber mata pencaharian. Di pohon ini biasanya lebah bersarang dan menghasilkan madu. Tidak hanya itu, batang pohon yang besar dan menjulang tinggi sering menjadi tempat hinggap berbagai macam burung, tidak sedikit dari mereka membuat sarang dibatang dan ranting-ranting pohon tersebut. Peran penting pohon inilah yang membuat keberadaan pohon ini sangat dilindungi oleh masyarakat adat. Denda penebangan pohon ini jauh lebih besar dari pohon-pohon yang lain. Seringkali dikawasan pertambangan pohon Bengaris dibiarkan menjulang sendiri. Tidak sedikit dari mereka mati perlahan karena perakarannya tergenang air asam tambang. Pohon Bengaris yang sudah mati hanya tampak batangnya yang menjulang. Ada keunikan dari pohon ini dimana pohon tidak akan tumbang walaupun sudah mati. Entah karena perakarannya yang kuat atau apa yang jelas pohon tidak akan runtuh atau tumbang. Unik memang mengingat banyak pohon Bengaris yang sudah mati dapat bertahan berdiri sendiri tanpa ada naungan dari angin kencang. Beberapa pohon dihutan sering terlihat tumbang kalau ada hantaman angin kencang walaupun pohon itu masih utuh dengan ranting berdaun lebat. Tidak dengan Bengaris, walaupun hanya tinggal batang pohonnya yang menjulang, angin tidak dapat membuatnya tumbang. Batang pohon akan mengelupas dan rontok sedikit demi sedikit dari ujung pohon (atas).



Jadi, tidak heran kalau masyarakat adat memuliakan pohon Bengaris. Semasa hidupnya pohon ini memberikan kehidupan bagi mahluk yang lainnya, dan ketika dia mati dia tidak menyusahkan lingkungannya dengan perilaku merontokkan bagian pohonnya.