Kamis, 09 Februari 2012

Permata untuk Ibu

Sampai juga aku pada hari ini. Ini adalah titik perjuanganku dikota Bogor, tempatku menemukan jati diri dan tempat menolak ukur diriku. Kini aku telah lalui semua yang ingin aku capai. Kewajiban dari perjanjian untuk menyelesaikan masa pengajaran telah aku selesaikan, walaupun memakan waktu yang lebih dari semestinya, tapi aku puas, karena banyak yang aku dapatkan disini. Satu sisi, tanggung jawabku telah terpenuhi. Entah kenapa aku telah merasa cukup dengan semua ini. Terkadang aku ingin waktu ini dipercepat untuk segera berada disampingNYA. Tak ada hal lain yang lebih mendamaikanku selain di sisiNYA, sepertinya…

Ibuku… kini telah punya permata yang bersinar. Permata yang telah kami asah bersama hingga sinar terangnya bisa terlihat. Ibuku… betapa ingin aku selalu disampingnya.. tapi apakah aku masih bisa? Aku tidak bisa menjadikan diriku layaknya permata… aku tak dapat memberikan sinar terang yang selama ini engkau idamkan. Ibuku… betapa ingin aku melihatmu selalu tersenyum… tersenyum melihat kebahagiannku.. tapi aku tak bisa memberikannya. Ibuku… andai kau tahu anakmu yang angkuh ini adalah orang yang kerdil.. hanya batu sungai yang tidak dapat diasah menjadi permata. Apa yang bisa diberikan dari sebutir batu sungai, itu yang akan ku berikan untuk mu ibu, walau itu tak senilai dengan sebutir permata.
Ibuku… maafkan aku…