Jumat, 15 April 2011

Roseto

Malcolm Gladwell menulis buku yang berjudul ‘outliner’ yang mengisahkan cerita di balik kesuksesan orang-orang hebat yang tidak biasa. Pada cerita pengantarnya dikisahkan mengenai sebuah kota kecil di kawasan Pennsylvania yaitu Roseto. Roseto adalah sebuah kota kecil di sebelah timur Pennsylvania dimana penduduknya terdiri dari para imigran dari Italia.



Roseto diambil dari asal daerah mereka Roseto Valfortore yang terletak seratus mil tenggara kota Roma di pegunungan Apennie, provinsi Foggia, Italia. Pada awal abad 19 orang Roseto berbondong-bondong menuju Amerika. Di Negara ini mereka bermukim di Bangor, dan bekerja pada tambang batu. Mereka kemudian membuat pemukiman di sisi pegunungan batu yang bisa dicapai dari Bangor dengan berkendaraan kereta kuda melalui jalanan yang juram dan terjal. Pada awalnya mereka menamai kota kecil mereka New Italy, tetapi kemudian diubah menjadi Roseto yang dirasa lebih pantas mengingat asal mereka berasal dari desa yang sama di Italia.

Ada suatu hal yang menarik dari kota kecil ini yang diungkap oleh seorang dokter yang sedang menghabiskan liburannya di kawasan pertanian di Pennsylvania yang tidak jauh dari Roseto, Dr. Stewart Wolf. Sang dokter merasa takjub dengan kenyataan yang ditemukan di Roseto bahwa dia jarang menemukan penduduk Roseto di bawah usia 65 tahun yang mengidap penyakit jantung. Saat itu masih tahun 1950-an dimana berbagai obat penurun kolestrol dan pengobatan yang agresif untuk mencegah timbulnya penyakit jantung belum ditemukan. Saat itu serangan jantung sudah menjadi epidemic di Amerika Serikat dan menjadi penyebab kematian utama bagi kaum pria dibawah usia 50 tahun.

Beranjak dari fakta tersebut Dr. Wolf dibantu oleh beberapa murid dan rekannya melakukan penelitian. Dalam penelitian ini dikumpulkan sertifikat kematian dari penduduk Roseto. Analisis dilakukan terhadap penyebab kematian dan sejarah kesehatan dan geneakologi keluarga di kota itu. Sampling dilakukan pada contoh darah dan EKG yang dilakukan terhadap seluruh penduduk Roseto. Pengambilan sample dilakukan selama 4 minggu. Penelitian dilakukan pada tahun 1961. Hasil penelitian benar-benar mengejutkan.

Di Roseto, praktis tidak ada orang dibawah usia lima puluh tahun yang meninggal akibat serangan jantung atau tanda-tanda penyakit jantung. Untuk orang diatas 65 tahun, tingkat kematian karena jantung di Roseto sekitar ½ dari seluruh Amerika Serikat. Tingkat kematian karena berbagai penyebab di Rosseto sekitar 30-35 % di bawah dugaan.

Pada penelitiannya Wolf menyertakan rekannya seorang sosiolog bernama John Bruhn untuk menolongnya. Wawancara dilakukan oleh mahasiswa kedokteran dan mahasiswa pasca sarjana Sosiologi. Mereka berkunjung dari rumah kerumah dan melakukan wawancara dengan penduduk yang berusia minimal 21 tahun.

Tidak ada kasus bunuh diri, tidak ada penyalahgunaan alkohol, tidak ada kecanduan obat terlarang, dan sangat sedikit tindak kejahatan. Tidak ada seorangpun dari mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tidak ada catatan yang menderita luka lambung. Kesimpulannya adalah orang-orang tersebut meninggal akibat sudah uzur. Itu saja.

Dalam hal ini Dr. Wolf menemukan bahwa Roseto merupakan tempat di luar pengalaman manusia normal, dimana atuaran normal tidak ditemukan di tempat itu. Roseto adalah sebuah outlier.

Dr. wolf kemudian meneliti cara makan dari penduduk Roseto, dengan asumsi bahwa warga Roseto pasti menjalankan sejenis pengaturan makanan dari ‘dunia lama’ yang membuat mereka lebih sehat dari kebanyakan orang Amerika lainnya. Namun, hipotesanya ternyata keliru. Warga Roseto memasak makanan dengan lemak babi, bukan dengan minyak zaitun yang lebih sehat seperti yang biasa mereka lakukan sewaktu di Italia. Pizza di Italia dibuat dalam bentuk lempengan roti tipis dengan garam, minyak, dan mungkin tomat, ikan kering kecil, atau bawang. Pizza di Pensylvania dibuat dalam bentuk lempengan roti tebal dengan tambahan sosis, daging pepperoni, salami, ham, dan kadang-kadang telur. Kudapan yang manis-manis seperti biscotti dan taralli biasanya disimpan untuk hari Natal dan Paskah, di Roseto kudapan ini biasa dimakan kapanpun. Kemudian Dr. Wolf mendatangkan ahli diet untuk menganalisis kebiasaan konsumsi makanan warga Roseto. Mereka menemukan bahwa 41 % kalori yang mereka dapatkan berasal dari lemak. Warga di kota inipun jarang melakukan yoga dan berlari pagi sejauh enam mil di udara yang dingin secara konsisten. Warga di Pensylvania sebagian besar perokok berat dan banyak diantaranya bermasalah dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Pola makan dan olahraga ternyata tidak dapat menjelaskan fakta yang ditemukan.

Penelitian kemudian diarahkan kepada genetika. Warga Roseto adalah sekelompok orang yang sangat dekat yang berasal dari daerah yang sama di Italia. Dr. Wolf menduga bahwa warga berasal dari garis keturunan yang sama yang menyebabkan mereka dilindungi dari potensi penyakit tertentu. Untuk itu penelitian juga dilakukan terhadap anggota keluarga Roseto yang tinggal di luar Pensylvania. Ternyata tidak.

Dia kemudian menyelidiki ke tempat dimana warga Roseto tinggal. Apakah mungkin ada sesuatu di lingkungan pebukitan yang mereka diami di Pennsylvania timur yang bagus untuk kesehatan mereka? Dua kota yang terletak paling dekat dengan Roseto adalah Bangor, yang terletak di bawah bukit, dan Nazareth, beberapa mil jauhnya. Kedua kota ini memiliki ukuran yang kurang lebih sama dengan Roseto dan didiami oleh imigran Eropa yang sama pekerja kerasnya dengan warga Roseto. Dr.Wolf meneliti catatan kesehatan kedua kota tersebut. Untuk pria di atas 65 tahun, tingkat kematian akibat serangan jantung di Nazareth dan Bangor ternyata tiga kali lipat dibandingkan dengan Roseto. Dr Wolf mengalami kebuntuan lagi.

Dr. Wolf mulai menyadari bahwa rahasia di Roseto bukanlah pola makan atau olahraga atau gen atau lokasi. Rahasianya pasti di Roseto itu sendiri.

Saat Dr. Wolf dan rekannya berjalan-jalan di Roseto, mereka menemukan jawabnnya. Mereka melihat bagaimana warga Roseto saling berkunjung antara satu dengan yang lain, berhenti untuk mengobrol dalam bahasa Italia di jalanan, mereka juga sering memasak untuk tetangganya di halaman belakang rumahnya. Selain itu Dr. Wolf juga mempelajari tentang berbagai klan di keluarga besar yang menjadi penopang struktur sosial kota tersebut. Mereka melihat berapa banyak rumah yang ditinggali tiga generasi keluarga, dan seberapa besar rasa hormat yang didapat oleh para kakek nenek.

Warga Roseto mempunyai etos egaliter dalam hidup bermasyarakat, dimana orang-orang kaya tidak memamerkan kekayaannya, dan orang-orang yang kurang sukses menguburkan segala kegagalannya. Penerapan kebudayaan paesani dari Italia selatan ke pebukitan di Pennsylvania timur, penduduk Roseto telah menciptakan sebuah struktur sosial yang hebat dan protektif yang mampu melindungi mereka dari tekanan dunia modern. Warga Roseto hidup sehat karena tempat asal mereka, karena dunia yang telah diciptakan untuk mereka sendiri di kota kecil mungil di pebukitan.

Secara konvensional, menjalani kehidupan yang panjang sangat tergantung kepada siapa diri kita (maksudnya gen yang kita punya). Kehidupan tergantung kepada keputusan yang kita buat, hal ini meliputi : makanan apa yang kita makan, seberapa banyak waktu yang dihabiskan untuk berolah raga, dan seberapa banyak sistem medis merawat kita. Dalam hal ini tidak ada yang pernah memikirkan kesehatan yang melibatkan komunitas.

Dr. Wolf kemudian menyarankan kepada dunia kedokteran agar melihat kesehatan dan serangan jantung dalam cara yang baru. Dokter harus menyadarkan orang-orang untuk melihat keluar dari individu. Mereka harus memahami budaya yang menjadi bagian dari dirinya, dan siapa teman dan keluarganya, asal kota keluarganya. Mereka harus menghargai pemikiran bahwa nilai dari dunia yang kita alami dan orang-orang dari sekeliling kita memiliki efek yang sangat besar atas siapa diri kita.

Jumat, 08 April 2011

Salak Tasuk

Kamis, 31 Maret 2011. Cuaca cukup cerah, LV 18 melaju ke arah pos gabungan untuk selanjutnya masuk ke Desa Tasuk, setelah mendapatkan izin dari security. Desa Tasuk adalah perkampungan terdekat dengan lokasi pertambangan PT. Berau Coal. Desa Tasuk terdiri dari 3 (tiga) kampung, Kampung Tasuk Atas, Kampung Tasuk Tengah, dan Kampung Tasuk Bawah. Sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani dan bekerja di PT. Berau Coal.
Kami masuk dari Kampung Tasuk Atas, setelah hutan rawa, jalan berbelok ke kanan, terlihat sawah yang sudah siap panen. Sayang, sawah terendam karena selama 4 (empat) hari berturut-turut hujan turun, karena itu padi masih tampak hijau walaupun biji padi sudah terlihat bernas. Kiri kanan jalan diwarnai dengan suasana kampung dimana rumah penduduk berselang dengan kebun. Ada yang menarik disini, di beberapa titik terlihat kebun salak, sesuatu yang ganjil menurut pemikiranku. Namun, terlihat pohon salak tidak berbuah, hal ini selaras dengan kondisi kebun yang tidak terawat.
Perjalanan dilanjutkan menuju kampung Tasuk Tengah. Kami bertandang ke rumah Pa Ribut, seorang petani salak. Lahan yang dikelola seluas 1 Hektar, sebagian salak yang ditanam merupakan salak pondoh. Pa Ribut merupakan petani binaan dari Community Development PT Berau Coal. Diantara banyaknya jenis usaha tani yang dikembangkan di Desa Tasuk ini, Salak dinilai potensial untuk dikembangkan di Desa Tasuk.


Umumnya salak yang berkualitas ditemukan dikawasan lereng gunung seperti Sleman (lereng gunung Merapi) yang terkenal dengan salak pondoh, salak bali yang dikenal dengan salak gula pasir di lereng Gunung Agung, dan salak Manonjaya di kaki Gunung Galunggung Tasikmalaya. Di tinjau dari jenis tanahnya, ketiga tempat ini memiliki tipikal tanah yang dapat dipastikan subur, mengingat adanya pengaruh abu vulkanik. Salak atau nama latinnya Salacca edulis mempunyai syarat tumbuh sebagai berikut :

  1. Tanaman salak sesuai bila ditanam di daerah berzona iklim Aa bcd, Babc dan Cbc. A berarti jumlah bulan basah tinggi (11-12 bulan/tahun), B: 8-10 bulan/tahun dan C : 5-7 bulan/tahun.

  2. Salak akan tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan rata-rata per tahun 200-400 mm/bulan. Curah hujan rata-rata bulanan lebih dari 100 mm sudah tergolong dalam bulan basah. Berarti salak membutuhkan tingkat kebasahan atau kelembaban yang tinggi.

  3. Tanaman salak tidak tahan terhadap sinar matahari penuh (100%), tetapi cukup 50-70%, karena itu diperlukan adanya tanaman peneduh.

  4. Suhu yang paling baik antara 20-30°C. Salak membutuhkan kelembaban tinggi, tetapi tidak tahan genangan air.

  5. Tanaman salak menyukai tanah yang subur, gembur dan lembab.

  6. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk budidaya salak adalah 4,5 - 7,5.
  7. Kebun salak tidak tahan dengan genangan air. Untuk pertumbuhannya membutuhkan kelembaban tinggi.

  8. Tanaman salak tumbuh pada ketinggian tempat 100-500 m dpl.

Yang menarik disini adalah kebun salak Pa Ribut yang terletak di Kampung Tasuk Tengah dengan kondisi lingkungan yang jauh berbeda dengan tempat asal salak pondoh (Sleman) ataupun salak unggulan lainnya. Tanah-tanah disini memiliki fluktuasi genangan musiman, dengan jenis tanah yang tergolong Podzolik, genangan air akan memperburuk kondisi tanah sehingga drainase tanah menjadi buruk. Pa Ribut menyiasati kondisi ini dengan membuat saluran drainase berupa parit-parit di tengah kebunnya. Hal penting lainnya adalah umumnya salak menyukai tanah yang subur.
Desa Tasuk, seperti jenis tanah yang terdapat di Kalimantan termasuk jenis tanah yang kurang subur, ditandai dengan sifat fisik (warna yang cerah) dan jauh dari pengaruh abu vulkanik. Dalam hal ini Pa Ribut tidak melakukan ameliorasi ataupun pemupukan secara intensif. Ini sangat menarik.
“Saya pupuk dengan urea, kadang NPK, itupun jika ada sisa pupuk dari pemupukan tanaman lain”
Bermodal pengetahuan dan bibit salak pondoh yang didapat langsung dari Sleman, Yogyakarta Pa Ribut mulai mengembangkan salak pondoh di Desa Tasuk. Ilmu yang diperoleh mulai diterapkan. Harapannya dengan bibit yang sama, dan teknik budidaya yang sama makan hasilnya akan sama. Namun, hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan dugaan.
“Saya pernah putus asa, karena pohon-pohon salaknya tidak berbuah dengan baik. Ingin rasanya saya tinggalkan kebun ini dan ikut bekerja di pertambangan seperti yang lain. Namun, saya sudah telanjur untuk mengembangkan salak”
Dengan ketekunannya Pa Ribut mulai memperbaiki cara budidaya salaknya. Misalnya, di Yogya anakan (tunas) tidak dibuang dan dibiarkan tumbuh, hal ini tidak berlaku di Desa Tasuk, anakan (tunas) baru yang terlalu banyak dapat menghambat produksi salak. Penjarangan harus dilakukan untuk menjamin adanya ruang untuk bunga salak. Jumlah dahan (tandan) yang dibiarkan di Yogja berjumlah 9 (dihitung dari daun termuda/teratas) di Tasuk, tandan yang dibiarkan harus lebih banyak, mencapai 12 tandan, hal ini untuk memberikan kesempatan bunga (bakal buah salak) yang lebih banyak pada bagian bawah.

Hal menarik lainnya adalah upaya mengawinkan bungan salak. Hal ini sedikit aneh mengingat salak adalah tanaman kleistogami atau berumah dua, dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu pohon. Pembuahan sebenarnya bisa terjadi secara alami, tanpa bantuan manusia. Namun, saya berfikir disinilah letak keberhasilan Pa Ribut mengembangkan salak.

Salak pondoh di Desa Tasuk tidak akan berbuah dengan lebat dan manis tanpa proses pembuahan yang dibantu oleh Pa Ribut. Pa Ribut mengambil serbuk sari dari pohon jantan pilihan yang ditanam di tempat lain, yang kemudian dibubuhkan di atas putik bunga betina.

Kesabaran dan ketekunannya mempelajari dan mengembangkan budidaya salak ternyata berbuah manis. Manis dalam konteks sebenarnya dimana buah salak yang dihasilkan manis-manis, semanis salak pondoh, dan manis dalam arti berhasil, dimana salak-salaknya berbuah dengan lebat, satu pohon salak bisa menghasilkan 5-10 tandan, jika ditimbang minimal 4 Kg per pohon per panen. Salak tidak mempunyai musim. Pohon salak akan mulai berbuah 2-3 tahun setelah tanam, setelah itu panen dapat dilakukan 10 (sepuluh) hari sekali.Pemasaran buah salaknya sendiri ternyata tidak mengalami kesulitan.

“Salaknya ya dijual sendiri saja ke tetangga-tetangga, baru kalau berlebih sekarung dua karung saya jual ke Teluk (desa yang terletak disebrang Desa Tasuk)”
Dengan demikian potensi pasar masih terbuka luas, mengingat Salak Pa Ribut belum sampai memenuhi kebutuhan pasar. Namun, ketika ditanya apakah ingin mengembangkan kebun salaknya, Pa Ribut dan Istri mengeluh.
“Saya ngurus kebun segini aza sudah repot. Butuh waktu seharian untuk mengurus kebun ini, pemeliharaan kebun dilakukan setiap hari, jadi tidak ada waktu lagi untuk membuka lahan baru”
“Satu saja kendala saya, saya ga punya teman untuk mengelola kebun salak”
“Yang lain lebih memilih untuk bekerja di perusahaan”
Menarik sekali.
Dari pengalaman ini, saya banyak belajar bagaimana budidaya salak. Pa Ribut memulai usaha salak ini boleh dibilang dari nol, hal ini mengingat cara budidaya yang diterapkan merupakan inovasi yang ditemukan sendiri oleh Pa Ribut. Ketekunan Pa Ribut dalam mempelajari budidaya salak sepertinya menjadi kunci sukses keberhasilan budidaya salak pondoh di Desa Tasuk.
Keterbatasan sumberdaya fisik lahan dan lingkungan adalah tantangan untuk sebuah keberhasilan. Semoga keberhasilannya menjadi inspirasi untuk bagi petani lainnya.
Bagaimanapun, sesuatu yang dilakukan dengan kecintaan dan kesabaran akan berbuah manis.


Selasa, 29 Maret 2011

Tanah Bermasalah

Umumnya tanah bermasalah ditinjau sebagai tanah dengan kendala-kendala biofisik dalam penggunaan lahan untuk pertanian. Kendala biofisik tersebut diantaranya :

1. Permasalahan di Tanah-tanah Rawa

  • Tanah gambut dengan kadar air yang tinggi dan ketebalan bahan organik yang merupakan masalah utama yang mengakibatkan kemasaman tanah yang tinggi, sehingga terjadi kekahatan unsur-unsur hara bagi tanaman.
  • Tanah Sulfat Masam dengan ciri khas adanya bahan sulfidik di bawah permukaan. Ancaman yang paling berbahaya dari tanah ini adalah cekaman pH yang sangat masam (< 2) akibat oksidasi bahan sulfidik.

2. Permasalahan di Tanah-tanah Mineral

  • Tanah-tanah dengan n-value rendah (tanah-tanah muda) Tanah-tanah ini merupakan tanah yang belum berkembang, permasalahan timbul jika tidak terbentuk solum dengan ketebalan yang memadai untuk menopang perakaran tanaman
  • Tanah-tanah masam (pH < 5) Sebagian besar tanah yang ada di Indonesia bereaksi masam. Tanah-tanah tersebut merupakan tanah yang telah terlapuk lanjut atau tanh-tanah tua yang pada umumnya tanah ini akan mengalami kesulitan dalam penyediaan unsur hara makro. Tanah yang paling terlapuk lanjut adalah oxisol, yang dikenal mempunyai sifat yang buruk dari kimia, namun secara fisik relatif bagus. Tanah ini ditandai dengan solum yang dalam (mencapai > 3 meter), yang terpenting adalah nilai KTK yang sangat rendah (< 6 me/100g).
  • Tanah-tanah salin Kendala pengembangan tanah-tanah ini adalah tingginya kandungan garam-garam, dan pH yang tinggi (basa). Tingginya kadar garam dapat menghambat pertumbuhan akar tanaman
  • Tanah-tanah terpolusi senyawa tertentu, contoh: limbah (industri atau rumah tangga) Tanah seperti ini biasanya disebut sebagai tanah tercemar. Kandungan unsur atau senyawa yang melebihi ambang batas akan berakibat pada keracunan pada tanaman. Tanah-tanah tersebut mungkin menjadi kendala dalam pengembangan pertanian, namun dari sudut pandang yang lain tidak bermasalah, atau bahkan menjadi potensi dalam pengembangan pengelolaan lahan tertentu. Sebagai contoh : tanah gambut dengan kadar air tinggi sangat berpotensi dalam bidang perikanan. Contoh lain adalah tanah salin dan tanah bekas tambang, pengelolaannya sebaiknya dialokasikan menjadi sarana rekreasi.

Jadi, biofisik saja bukan satu-satunya parameter untuk menentukan tanah bermasalah atau tidak. Pandangan terhadap tanah-tanah bermasalah juga menjadi sangat relatif jika dihubungkan dengan sudut pandang dari berbagai bidang. Perkembangan teknologi telah dapat menjawab sebagian masalah dari tanah dalam berbagai tingkat penggunaan lahan.

Contoh sederhana adalah pengapuran dan pemupukan pada tanah-tanah masam yang miskin unsur hara. Berbagai teknologi telah dikembangkan, namun dalam pemanfaatannya penggunaan teknologi ini akan sangat relatif terhadap tingkat usaha dan nilai ekonomis yang akan diperoleh dari lahan setelah diberikan teknologi. Namun, aplikasi teknologi juga harus memperhatikan keseimbangan terhadap ekosistem disekitarnya. Pandangan terhadap tanah-tanah bermasalah harus berdasarkan pandangan bahwa tanah memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu :

1. Bio production material ; Tanah memiliki fungsi sebagai faktor pendukung dalam produksi bahan-bahan kebutuhan manusia (pangan, sandang, dan papan)

2. Construction facility ; Tanah sebagai tempat berdirinya berbagai fasilitas pendukung kehidupan manusia seperti pemukiman, jalan, pasar, dll.

3. Sustaining ecosystem; Tanah sebagai bagian dari ekosistem yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya.

Tanah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dari setiap fungsi di atas. Untuk menjamin keseimbangan dalam pemenuhan fungsi-fungsi tersebut diperlukan sebuah pengaturan tata ruang, yang menempatkan penggunaan lahan sesuai dengan daya dukung tanahnya. Pengaturan tata ruang terhadap pemanfaatan tanah harus dilakukan dalam sebuah satuan ekosistem, dalam hal ini satu satuan DAS (Daerah Aliran Sungai). Penggunaan lahan harus diatur agar suatu ekosistem terdapat dalam keseimbangan alaminya. Analisis terhadap tanah-tanah bermasalah harus dilakukan berdasarkan fungsinya dalam sebuah ekosistem. Analisis ini diharapkan dapat menilai tanah-tanah bermasalah dari berbagai sudut pandang.

Minggu, 27 Maret 2011

Tanah dan Kehidupan Manusia

Tanah merupakan istilah tertua dalam pembendaharaan bahasa Indonesia, yang dapat diterjemahkan ke dalam tiga makna, yaitu :

  1. Tanah sebagai media alami bagi pertumbuhan tanaman. Dalam hal ini perhatian lebih kepada kualitas tanah dalam hal tingkat kesuburannya. Dokuchaiev (1870) dalam Soil Survei Staff, 1975, menyatakan tanah (a soil) adalah suatu benda alami berdimensi tiga (panjang, lebar, dalam) terletak pada bagian paling atas kulit bumi, yang mempunyai sifat-sifat berbeda dari bahan bawahnya sebagai hasil kerja interaksi antara iklim,kegiatan organisme, bahan induk, dan relief, selama waktu tertentu. Morfologi setiap tanah, seperti diperlihatkan oleh sifat-sifat penampang vertikal berupa horizon-horizon, mencerminkan pengaruh bersama segugus faktor yang mempengaruhi perkembangannya.
  2. Tanah dipandang sebagai regolith atau bahan hancuran iklim berasal dari batuan atau bahan organik yang diperlakukan sebagai bahan galian atau tambang dan bahan bangunan. Dalam makna ini tanah dinyatakan dalam satuan berat (kg, ton) atau volume (m3).
  3. Pada makna ketiga, tanah diperlakukan sebagai ruangan atau tempat di permukaan bumi yang dipergunakan oleh manusia untuk melakukan segala macam kegiatan. Dalam makna ini tanah dinilai berdasarkan luas (ha, m2).

Makna pertama dan kedua ekivalen dengan kata soil dalam bahasa inggris, sedangkan makna ketiga lebih mendekati makna land, yang kemudian diterjemahkan sebagai lahan. Lahan didefinisikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruh terhadap penggunaan lahan, termasuk juga didalamnya hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang seperti reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan hasil yang merugikan seperti tanah yang tersalinisasi (FAO, 1976).
Dengan demikian, kata tanah dapat dipergunakan dalam makna yang setara dengan lahan, walaupun lahan mengandung makna yang lebih luas dari tanah atau tofografi. Tanah dan lahan harus dipahami sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pemahaman atas salah satu saja akan berdampak kepada pengelolaan lahan yang marginal, yang dapat mengakibatkan kerusakan tanah dan hilangnya fungsi lahan. Nilai Tanah Bagi Kehidupan manusia sangat beragam, hal ini tergantung kepada persepsi dan sudut pandang. Secara keseluruhan nilai tanah bagi kehidupan manusia dapat disimpulkan sebagai berikut :

  1. Spasial (3 dimensi); Tanah mengandung pengertian ruang dan tempat. Peranan tanah bagi manusia tidak hanya sebagai tempat bercocok tanam, tapi juga sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Tanah tidak saja mencakup pengertian apa yang terkandung dalam tanah tapi juga terhadap apa yang terdapat di atas permukaan tanah.
  2. Ecological Value; Tanah merupakan komponen dari ekosistem. Tanah merupakan daya dukung terhadap lingkungannya, kualitas tanah dapat mencerminkan kualitas lingkungannya.
  3. Economic; Tanah dapat dipandang sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan, baik sebagai lahan (diperjualbelikan dalam m2) maupun tanah sebagai bahan tambang/galian (diperjualbelikan dalam m3). Tanah juga dapat digunakan sebagai alat investasi. Dalam perhitungan laba rugi perusahaan, tanah dipandang sebagai komponen harta tetap dengan nilai yang fluktuatif.
  4. Sosial; Sebagaimana tanah sebagai komponen lingkungan yang saling berinteraksi satu sama lain, pemilik tanah juga seharusnya bersikap demikian. Sikap saling menghormati antar pemilik tanah terutama dengan tetangganya telah diatur untuk menjaga kelangsungan hidup bermasyarakat.
  5. Budaya; Tanah merupakan akar dari sebuah kebudayaan. Tata cara kehidupan masyarakat banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat tanahnya. Sebagai contoh tata cara pengolahan tanah, perbedaan jenis tanah akan berakibat pada perbedaan pengolahan tanah.
  6. Prestise; Tanah merupakan simbol kekayaan yang dapat dibanggakan oleh pemiliknya. Kepemilikan atas tanah merupakan sumber kebanggaan dan ketenangan bagi pemiliknya.

Dengan demikian, pemahaman tanah tidak hanya terbatas sebagai media tumbuh tanaman saja, namun tanah dapat disebut sebagai inti dari kehidupan manusia. Tanah sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup manusia, demikian juga dengan kehidupan manusia yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup (kelestarian) tanah.

Minggu, 20 Maret 2011

A Great Lonely Tree

Di site penelitianku ada sebatang pohon, mungkin tepatnya bangkai pohon, mengingat pohon tersebut tidak berdaun lagi, hanya batang pohonnya yang menjulang tinggi. Sebagian orang merasa ngeri melihatnya, seperti melihat mayat. Tapi aku melihatnya dengan kagum. Sebatang pohon masih berdiri walaupun tidak terdapat daun sehelaipun pada batangnya.

Pohon Bangris atau Bengaris begitu dia disebut. Pohon dengan nama latin Koompassia excelsa sangat dikenal oleh masyarakat setempat. Bangris adalah pohon yang gagah, tingginya dapat 50-60 meter, jauh melampaui tinggi pohon-pohon lain di hutan. Pohon ini bagi sebagian penduduk merupakan sumber mata pencaharian. Di pohon ini biasanya lebah bersarang dan menghasilkan madu. Tidak hanya itu, batang pohon yang besar dan menjulang tinggi sering menjadi tempat hinggap berbagai macam burung, tidak sedikit dari mereka membuat sarang dibatang dan ranting-ranting pohon tersebut. Peran penting pohon inilah yang membuat keberadaan pohon ini sangat dilindungi oleh masyarakat adat. Denda penebangan pohon ini jauh lebih besar dari pohon-pohon yang lain. Seringkali dikawasan pertambangan pohon Bengaris dibiarkan menjulang sendiri. Tidak sedikit dari mereka mati perlahan karena perakarannya tergenang air asam tambang. Pohon Bengaris yang sudah mati hanya tampak batangnya yang menjulang. Ada keunikan dari pohon ini dimana pohon tidak akan tumbang walaupun sudah mati. Entah karena perakarannya yang kuat atau apa yang jelas pohon tidak akan runtuh atau tumbang. Unik memang mengingat banyak pohon Bengaris yang sudah mati dapat bertahan berdiri sendiri tanpa ada naungan dari angin kencang. Beberapa pohon dihutan sering terlihat tumbang kalau ada hantaman angin kencang walaupun pohon itu masih utuh dengan ranting berdaun lebat. Tidak dengan Bengaris, walaupun hanya tinggal batang pohonnya yang menjulang, angin tidak dapat membuatnya tumbang. Batang pohon akan mengelupas dan rontok sedikit demi sedikit dari ujung pohon (atas).



Jadi, tidak heran kalau masyarakat adat memuliakan pohon Bengaris. Semasa hidupnya pohon ini memberikan kehidupan bagi mahluk yang lainnya, dan ketika dia mati dia tidak menyusahkan lingkungannya dengan perilaku merontokkan bagian pohonnya.

Minggu, 06 Februari 2011

Pasar Induk Berau

Ikhwalnya aku tertarik ke pasar karena harus mencari kaos kaki yang lumayan tebal untuk mencegah kakiku lecet saat memakai boots. Setelah ku Tanya penjaga hotel aku tau kalau harus menggunakan angkot yang kea rah bandara. Aku cegat angkot dari taman kota (gasibu) kearah bandara. Banyak ibu-ibu yang mau kepasar rupanya, terlihat dari keranjang yang dibawanya. Banyak temen lah…
Ternyata ongkosnya lumayan mahal juga. Rp. 5000,- untuk jarak yang kufikir masih jauhan Bubulak- Br. Siang. Hello… ini Kalimantan bu…. Hehehehe….

Pasar induk ini dibagi menjadi 4 bagian pasar, yaitu : pasar kering (paling depan), plasa pasar kering dan foodcourt, pasar basah, dan plasa pasar subuh. Fasilitas pasar tak kalah lengkapnya, dari mulai mesjid, tempat penyimpanan ikan dan daging, halted an pangkalan ojek. Pasar tradisional ini mungkin jarang (atau bahkan tidak ada) ditemukan di Jawa.

Pasar basah lumayan ramai, karena hari masih terbilang pagi. Pasar ini terutama pasar basah dan plasa pasar subuh mulai buka jam 3 subuh, dan akan tutup jam 5 sore. Harga barangnya… ga usah ditanya pasti lebih mahal dari harga barang di Jawa. Hal ini jelas terlihat dari ongkos angkot nya yang jauh lebih mahal (Dasar orang kere….hehehehe..)

Ga jauh dari pintu aku masuk ada lapak yang menjual kaos kaki, aku iseng tanya harganya Rp. 15.000,- per 2 pasang. Tuh kan apa ku bilang, harganya pasti lebih mahal, di Bogor/Bandung aku bisa dapet kaos kaki emperan Rp. 10.000 per 3 pasang… Sudahlah kembali ke hukum yang ada, ini Kalimantan! Akhirnya aku beli 1 pasang saja dengan harga Rp. 8000,-. Suka ga enak kalau sudah menawar barang eh ga jadi beli. Aku berjalan ke depan dan menemukan suatu plasa atau taman yang lumayan bagus. Anak-anak kecil bermain bola di pelataran, mungkin mereka sambil menunggu ibunya berbelanja. Hal yang tak akan pernah ditemukan di pusat perbelanjaan di Jawa. Boro-boro untuk bermain bola, untuk parkir saja kadang ga tersedia.

Pemerintah kabupaten Berau memang mengfasilitasi warganya dengan membangun pasar tradisional yang megah ini. Aku sempat ngobrol dengan penjual kaos kaki di pasar kering, seorang bapak-bapak yang mengaku dari tahun 1996 berniaga di Berau. Menurutnya pasar ini baru beroperasi pada bulan puasa kemarin, jadi belum genap setengah tahun. Katanya pemerintah menerapkan sewa tempat bukan jual kios, jadi para pedagang hanya menyewa. Awalnya para penjual enggan pindah dari pasar lama yang terletak di Tanjung. Bagaimana tidak, letak pasar lama dan pasar yang sekarang lumayan jauh, butuh waktu setidaknya setengah jam. Pasar induk yang baru juga terletak jauh di luar kota. Lihat sekeliling pasar, perkampungan tidak terlalu ramai di sini. Namun, aku curuga, pertimbangan pemerintah menempatkan pasar induk di tempat ini adalah letaknya yang di tengah-tengah kabupaten.

Sebagai langkah awal pemerintah setempat memberlakukan masa percoban selama 6 bulan, free of charge… Tapi, lihat pasar ini,masih kosong. Ada dua lantai, lantai satu pun masih banyak kios yang kosong, apalagi di pasar kering di bagian depan. Bapak penjual kaos kaki ini sebenarnya punya jatah kios dilantai 2, tapi dia mengelar dagangannya di lantai dasar dekat escalator yang belum jalan, karena di lantai atas tidak ramai.

Memang.. pasar ini terlalu luas untuk ukuran pasar tradisional kabupaten, dengan fasilitas yang terlalu lengkap. Foodcort? Apakah akan berjalan dengan baik, dan akan seramai foodcourt-foodcourt yang dibangun dengan sempurna ini akan seramai yang ada di kota-kota. Bukan pesimis atau merendahkan, yang datang ke pasar tradisional adalah ibu-ibu rumah tangga dengan satu tujuan belanja kebutuhan rumah tangga, bukan ibu-ibu gaul atau ABG yang akan nongkrong-nongkrong seperti yang sering ditemui dikota-kota, dimana mereka datang bahkan hanya untuk makan siang atau mencoba-coba menu yang dihidangkan, dimana mereka menyebutnya wisata kuliner.
Siapa yang akan menggunakan fasilitas selengkap ini, karena masyarakat belum atau mungkin tidak memerlukannya.
Inilah bentuk otonomi daerah, satu sisi seperti kabupaten Berau bingung untuk mengalokasikan pendapatan daerah yang berlimpah, hingga pembangunan fasilitaspun dirasa berlebihan. Sisi lain daerah-daerah yang miskin, juga bingung untuk meningkatkan pendapatan daerahnya, ditambah ancaman korupsi yang merajalela tidak pandang daerahnya kaya atau miskin, daerah-daerah ini nasibnya tragis, alih-alih memberikan fasilitas, semua fasilitas yang ada akan kena tarif retribusi. Negeri ini negeri yang kaya, hanya dengan kebijakan yang benar-benar bijak, kemakmuran bagi masyarakatnya akan tercapai….

Jumat, 04 Februari 2011

SENJA DI BALIKPAPAN

27 Januari 2011 jam 13.15 pesawat Lion Air dengan no penerbangan JT 0758 tiba di bandara internasional Sepinggan. 15 menit di claim bagasi. Koperku datang pertama, agak jauh juga jaraknya dengan my coolbox. Semua barang aku disusun di troli. Keluar dari tempat pengambilan barang, sejenak aku bingung, gimana engga pesawatku selanjutnya (yang di pesankan oleh administrasi perusahaan ) adalah jam 6 sore. Dan sekarang baru jam 2 kurang. Sudut pandanganku menangkap Bakso Lapangan Tembak Senayan, so… gimana kalo isi perut dulu. Shubuh tadi hanya mie goreng yang masuk. Sebenarnya memaksakan untuk makan mie instan, sekedar menjalankan amanat sang bunda untuk tidak memulai aktivitas dalam perut kosong, ini juga untuk menghindari penyakitku juga yang ga pernah permisi kalau datang.

Bagiku ga ada pilihan, belum tentu aku bisa mendapat tempat makan lagi, lagian its time 4 lunch, isn’t it?!

Setidaknya aku bisa menghabiskan waktu 20 menit duduk di restoran fastfood tersebut. Aku memilih kursi yang dekat jendela, troli barang ga boleh masuk (tentunya) dia hanya terparkir manis di dekat jendela. Sambil makan aku telf sahabatku Selvy Lestari yang sekarang tinggal di Kota Samarinda benrsama suaminya. Dia kebetulan sedang istirahat dari mengajar. Aku hanya say hello dan bilang kalau aku di Balikpapan, seperti biasa obrolan kami dibumbui dengan gossip kabar dari teman-teman ‘Soil 36”.

Terbesit ide untuk melihat-lihat kota Balikpapan. Hari masih menunjukkan jam 14.00, lumayan kan, masih ada 3 jam lagi. Tapi…gimana dengan troli barang ini?! Aku telf orang tour yang akan membawakanku tiket, dengan begitu aku bisa cek in lebih awal, kalaupun belum dibuka aku bisa titipkan di maskapainya. Ternyata orang travel belum bisa ngasih aku tiket. Terlalu dini untuk cek in. sementara pesawat lain banyak yang delay. Jadilah aku gelandangan di bandara ini, dorong troli kesana kemari, tanya sana sini, ga ada yang membantu untuk menunjukkan tempat dimana aku bisa menitipkan barang (kecuali ruang executive lounge). So.. ga ada pilihan lain kecuali menunggu jam 4 sore. Menikmati pemandangan Sepinggan saat senja menjelang.

Waktu cek in pun tiba, lega rasanya. Setelah masukin bagasi bayar tiket masuk bandara (karena boarding pass sudah include dibayar dengan tiket). Hal pertama yang aku cari adalah kamar kecil, kemudian mushala, selanjutnya cari sumber listrik untuk ngisi batrei hape.

Alhamdulillah penerbangan ga delay, tepat waktu. Jam 17.30 WITA kami sudah dipanggil dan mengantri untuk masuk ke pesawat. Dan pesawat terbang tepat jam 18.00 WITA.

Pemandangan senja di atas Balikpapan ternyata sangat memukau… ini yang aku suka.... Air sungai yang berkelok memantulkan warna keemasan dari sinar surya yang hampir tenggelam. Subhanallah, kuasamu ya ALLAH. Terimakasih.